Thursday 18 June 2015

Artikel Kesehatan "25 Persen dari Resep Antibiotik yang Dibenarkan"

 Menurut sebuah studi di Amerika Serikat, 60 persen dari antibiotik yang diresepkan adalah antibiotik spektrum luas, bahkan ketika tidak ada kebutuhan .. Penggunaan antibiotik yang berlebihan menyebabkan masalah bagi dokter AS . Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam "Journal of Antimicrobial Chemotherapy", tidak hanya 25 persen dari resep antibiotik yang tidak beralasan, tetapi juga 60 persen dari antibiotik yang diresepkan adalah beberapa jenis terkuat, disebut sebagai "spektrum yang luas". Para peneliti di University of Utah di Salt Lake City mengkaji data dari 238.624 kunjungan pasien di fasilitas medis antara tahun 2007 dan 2009.

Berdasarkan sampel ini, mereka memperkirakan ada rata-rata 985 juta kunjungan perawatan tahunan rawat jalan, dengan antibiotik yang diresepkan di diperkirakan 101 juta dari kunjungan tersebut - 62 juta di mana antibiotik spektrum luas diresepkan dan 39 juta yang mengakibatkan spektrum sempit resep antibiotik. Dalam lebih dari 25 persen dari kasus yang dipelajari, resep tersebut tidak berguna karena infeksi berasal dari virus. Tapi cerdas apakah infeksi virus atau bakteri bisa rumit.

"Tampaknya bahwa bias alami, ketika ada ketidakpastian tentang penyebab infeksi, adalah untuk berbuat salah di sisi resep antibiotik," kata penulis senior Adam L. Hersh. Selain itu, antibiotik spektrum luas yang paling mungkin diberikan ketika mereka tidak diperlukan, tambahnya. Terlalu sering menggunakan antibiotik dapat menyebabkan efek samping dan juga berkontribusi terhadap pertumbuhan bakteri resisten antibiotik. Jenis-jenis penyakit di mana dokter tampaknya memilih antibiotik kuat termasuk masalah pernapasan, infeksi kulit dan infeksi saluran kemih, yang dalam banyak kasus akan lebih baik diobati dengan antibiotik lain. Para penulis mendesak pasien dan dokter untuk lebih berhati-hati dalam resep dan penggunaan antibiotik.


http://www.univadis.co.id/medical-news/53/25-percent-of-antibiotic-prescriptions-are-unjustified

Artikel "Konsumsi Kopi Dapat Melindungi Arteri dari Penyumbatan"



Orang yang minum 3-5 cangkir sehari memiliki risiko terendah menyumbat .. Risiko dan manfaat dari konsumsi kopi telah menjadi subyek dari banyak penelitian dan perdebatan. Sebuah studi Korea Selatan yang diterbitkan dalam "Heart" sekarang menghubungkan konsumsi jumlah tertentu kopi untuk mengurangi risiko penyumbatan arteri dan dengan demikian serangan jantung. Para peneliti dari Rumah Sakit Samsung Kangbuk di Seoul diperiksa 25.138 pria dan wanita (rata-rata usia 41), yang tidak memiliki tanda-tanda penyakit jantung. Mereka disurvei tentang kebiasaan diet mereka dan konsentrasi kalsium dalam arteri mereka (tingkat CAC) diukur dengan menggunakan CT.

Rata-rata konsumsi kopi adalah 1,8 cangkir per hari, dan kalsium terdeteksi pada arteri di 13,4 persen dari peserta. Tim dibandingkan CAC rasio dari kelompok yang tidak minum kopi setiap dengan berbagai tingkat konsumsi kopi. Kalsium rasio adalah 0,77 untuk kurang dari satu cangkir kopi per hari, 0,66 untuk satu sampai tiga cangkir per hari, dan 0,81 selama lebih dari 5 cangkir. Setidaknya dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium adalah kelompok yang memiliki tiga sampai lima cangkir kopi per hari - di sini rasionya adalah 0,59. Menurut penulis penelitian, penjelasan yang mungkin untuk asosiasi ini adalah bahwa konsumsi kopi secara teratur terkait dengan penurunan risiko diabetes tipe 2. Dan diabetes, pada gilirannya, merupakan faktor risiko yang kuat untuk arteriosclerosis. Minum kopi dapat meningkatkan sensitivitas insulin serta fungsi sel beta.


http://www.univadis.co.id/medical-news/53/Coffee-consumption-may-protect-arteries-from-clogging

Artikel Kesehatan "Gangguan Tidur Meningkatkan Risiko Serangan Jantung dan Stroke"


Dalam studi Rusia, dua pertiga dari peserta yang mengalami serangan jantung juga memiliki gangguan tidur .. Tampaknya kurang tidur merupakan faktor risiko untuk kardiovaskular penyakit dan stroke. Sebuah studi Rusia menemukan bahwa kehadiran gangguan tidur menggandakan risiko serangan jantung dan meningkatkan risiko stroke hingga empat kali. Temuan ini dipresentasikan pada "EuroHeartCare 2015" konferensi European Society of Cardiology di Dubrovnik (Kroasia). 
Penelitian ini adalah bagian dari Organisasi Kesehatan Dunia Program (WHO) MONICA (Pemantauan Multinasional tren dan faktor penentu dalam penyakit kardiovaskular). Para peneliti dari Russian Academy of Medical Sciences di Novosibirsk dianalisis sampel yang representatif dari 657 laki-laki (berusia antara 25 dan 64), yang tidak memiliki riwayat serangan jantung, stroke atau diabetes. Kualitas peserta tidur dinilai pada awal penelitian pada tahun 1994, dan pengembangan kesehatan mereka diamati selama 14 tahun ke depan. Studi ini mengungkapkan hubungan yang jelas antara kurang tidur dan kejadian serangan jantung dan stroke. Hampir duapertiga dari peserta (63 persen) yang mengalami serangan jantung juga memiliki gangguan tidur. Secara keseluruhan, pria dengan masalah tidur memiliki risiko 2 sampai 2,6 kali lebih tinggi dari infark miokard dan 1,5 sampai 4 kali peningkatan risiko stroke. "Tidur adalah bukan masalah sepele", penulis studi menekankan Valery Gafarov "tidur yang buruk harus dianggap sebagai faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk penyakit kardiovaskular bersama dengan merokok, kurang olahraga dan pola makan yang buruk. Pedoman harus menambahkan tidur sebagai faktor risiko untuk rekomendasi untuk mencegah penyakit jantung ", jelasnya.


http://www.univadis.co.id/medical-news/53/Sleep-disorders-increase-the-risk-of-heart-attack-and-stroke?utm_source=newsletter+email&utm_medium=email&utm_campaign=medical+updates+-+daily&utm_content=226253&utm_term=automated_daily



Artikel "Tingginya Kadar Garam yang Ditambahkan ke Diet Tinggi Lemak Mencegah Kenaikan Berat Badan"



Peneliti AS telah membuat penemuan mengejutkan: karena mereka melaporkan dalam "Laporan Ilmiah", menambahkan banyak garam untuk diet tinggi lemak mencegah kenaikan berat badan. Namun demikian, mereka menyarankan agar mengkonsumsi dalam jumlah tinggi garam. Tapi mereka berencana untuk mengintensifkan penelitian tentang bagaimana nutrisi mempengaruhi individu penyerapan kalori.

Awalnya, para peneliti dari University of Iowa (Iowa-Kota) membuat hipotesis bahwa jumlah tinggi garam dan lemak memimpin kenaikan berat badan. Untuk menguji ide ini mereka makan tikus normal chow atau tinggi lemak chow dengan berbagai tingkat garam (0,25 sampai empat persen) selama 16 minggu.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa hewan-hewan pada diet tinggi lemak dengan jumlah yang rendah garam memperoleh berat badan yang paling: 15 gram. Di sisi lain, tikus diberi makan dengan tinggi lemak dan diet garam tinggi tidak mendapatkan lebih berat daripada kelompok kontrol - sekitar 5 gram.

Karena baik masukan energi maupun keluaran energi bervariasi dalam kelompok yang berbeda, para peneliti berasumsi bahwa faktor-faktor lain harus memainkan peran: jumlah garam memiliki pengaruh besar pada efisiensi pencernaan. Semakin tinggi kandungan garam, semakin rendah efisiensi, dan, pada gilirannya, kurang lemak dari diet diserap oleh tubuh.

"Studi kami menunjukkan bahwa tidak semua kalori diciptakan sama. Temuan kami, bersama dengan penelitian lain, menunjukkan bahwa ada berbagai efisiensi makanan, atau penyerapan kalori, dalam populasi, dan yang mungkin berkontribusi terhadap resistensi atau sensitivitas penambahan berat badan, "kata penulis studi co-seniornya Michael Lutter. Tapi interaksi antara nutrisi individu dan penyerapan kalori masih perlu diteliti lebih lanjut, kata Lutter.

Selanjutnya, metode baru untuk mengobati obesitas juga dibayangkan. Garam mempengaruhi aktivitas renin protein, yang merupakan bagian dari sistem renin-angiotensin. Angiotensin, pada gilirannya, mengurangi efisiensi pencernaan. Memanipulasi sistem renin-angiotensin karena itu dapat mengarah pada pengembangan pengobatan anti-obesitas baru, menjelaskan penulis.

http://www.univadis.co.id/medical-news/53/High-levels-of-salt-added-to-a-high-fat-diet-prevents-weight-gain?utm_source=newsletter+email&utm_medium=email&utm_campaign=medical+updates+-+daily&utm_content=227517&utm_term=automated_daily

Sunday 14 June 2015

Makalah Biologi Sel "KANKER SERVIKS"


MAKALAH BIOLOGI SEL
"KANKER SERVIKS"





Oleh :
Nama  : FATMA ZAHRA
No. BP  : 1404045
Kelas : A


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA (STIFI)
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kanker Serviks ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Putri Ramadheni,M.Farm,Apt selaku dosen mata kuliah Biologi Sel yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai bahaya dari kanker serviks, dan juga bagaimana cara kita mengantisipasinya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.          
Padang, 09 Juni 2015

         Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
 Banyak kasus kematian yang dialami oleh rakyat Indonesia yang disebabkan karena suatu penyakit, baik dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang cukup berat dan mematikan. Penyakit yang mematikan yang sedang dihadapi oleh Indonesia cukup beragam, diantaranya adalah kanker.
Kanker adalah tumbuhnya sel-sel yang tidak normal (abnormal) pada jaringan atau organ tertentu yang terus menerus dan tidak terkendali. Sel kanker ini bersifat ganas dan dapat menyebabkan kematian pada penderitanya. .[1] Sel kanker tidak menanggapi secara normal mekanisme pengontrolan tubuh. Sel itu membelah secara berlebihan dan menyerang jaringan lain. [2] Sel kanker dapat berasal dari setiap jenis sel yang terdapat dalam tubuh manusia.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang salah satu  dari beberapa penyakit yang menyerang kaum wanita yaitu “kanker serviks”. Kami berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para wanita agar lebih menjaga diri dari penyakit tersebut.
Sekilas tentang kanker serviks. Kanker serviks atau kanker leher rahim (sering juga disebut kanker mulut rahim) merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi bagi kaum wanita. Kanker ini disebabkan oleh virus yang dikenal dengan nama HVP (Human Papillioma Virus). Di Indonesia hampir  setiap satu jam, satu wanita meninggal karena kanker serviks atau kanker leher rahim ini.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa itu kanker serviks?
2.      Bagaimana mekanisme virus penyebab kanker serviks?
3.      Apa faktor penyebab kanker serviks?
4.   Apa faktor penghambat kanker serviks?
5.      Bagaimana cara penyembuhan kanker serviks?

1.3. Tujuan
1.      Mengetahui tentang kanker serviks
2.      Mengetahui mekanisme virus penyebab kanker serviks
3.      Mengatahui faktor penyebab kanker serviks
4.      Mengetahui faktor penghambat kanker serviks
5.      Mengetahui cara penyembuhan kanker serviks

1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat  penulisan makalah ini adalah :
1.      Bagi Penulis  mengetahui lebih dalam mengenai kanker serviks serta sebagai bahan dalam melengkapi tugas kuliah.
2.      Bagi mahasiswa dan masyarakat umumnya sebagai bahan bacaan dan untuk dijadikan penelitian yang lebih lanjut mengenai kanker serviks

BAB II
STUDI LITERATUR

Human papilloma virus (HPV) merupakan penyebab infeksi menular seksual (IMS) yang paling banyak ditemukan di Amerika Serikat. Salah satu penyakit yang disebabkannya adalah kanker serviks. Diperkirakan bahwa 20 juta penduduk Amerika, telah terinfeksi HPV dan setiap tahunnya ditemukan 5,5 juta kasus baru (Cates, 1999).
Suatu penelitian epidemiologi menyatakan bahwa 75% dari kelompok populasi yang aktif secara seksual akan terinfeksi HPV pada beberapa waktu selama periode kehidupannya. Saat ini pria dan wanita, yang termasuk dalam kelompok seksual aktif, mempunyai resiko yang sama untuk kemungkinan tertular infeksi HPV dan berkembang menjadi penyakit. Penyakit menular seksual di kalangan remaja merupakan topik bahasan yang membutuhkan perhatian besar karena 50% dari kelompok remaja yang aktif secara seksual, mengalami infeksi menular seksual dan 82% dari infeksi tersebut disebabkan oleh HPV. (Brown et al, 2005; Weinstock et al, 2004)
Dari suatu penelitian pada remaja, di Amerika, diperoleh hasil bahwa mereka yang awalnya diketahui tidak terinfeksi HPV, 55 % diantaranya diketahui positif terinfeksi HPV dalam waktu 3 tahun kemudian (Moscicki et al, 2001).
Pada penelitian terhadap mahasiswa yang semula tidak terinfeksi HPV dan tidak melakukan kontak seksual selama masa perkuliahan, sekitar 30% diantaranya ditemukan terinfeksi HPV dalam waktu 12 bulan sejak pertama kali melakukan kontak seksual dan berkembang menjadi 50% dalam waktu 4 tahun (Winer et al, 2003).
Besarnya angka ini menunjukkan betapa mudahnya penularan HPV, melalui kontak seksual di kalangan remaja dan wanita dewasa muda. Angka kejadian infeksi HPV pada pria belum dapat dipastikan, kemungkinan karena kesulitan dalam mencari sampel  untuk pemeriksaan DNA HPV. Perkiraan secara umum, infeksi HPV pada pria berkisar antara 16 - 45%, atau kurang lebih sama seperti pada wanita. Seperti juga pada wanita, umumnya infeksi HPV pada pria bersifat asimtomatik (tanpa gejala). Yang perlu diingat bahwa, infeksi HPV pada pria dapat berkembang bersama beberapa infeksi menular seksual lainnya seperti kutil kelamin (genital warts), kanker penis atau anus yang bersifat invasif (Schiffman, 2003).
 HPV ditularkan melalui kulit (skin to skin contact). Untuk dapat menyebabkan infeksi fulminan, HPV harus mencapai sel basal melalui mikro abrasi atau melalui sekret atau cairan pada permukaan epitel skuamos atau mukosa epitelium yang dihasilkan selama aktivitas seksual (Schiffman, 2003).
Secara umum, infeksi HPV dianggap hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual, namun HPV dapat juga menginfeksi daerah anogenital (daerah sekitar anus dan genital). Perlu diingat bahwa HPV dapat ditularkan melalui kontak kulit (skin to skin contact), melalui jari-jari, pada waktu melakukan masturbasi dan onani ataupun melalui alat bantu seksual (sex toys). Bukti lain menyatakan bahwa HPV juga ditemukan pada wanita yang diketahui tidak mempunyai riwayat melakukan kontak seksual dengan pria, sehingga meperkuat dugaan adanya cara penularan lain selain melalui kontak seksual. Lagipula, remaja yang mempunyai riwayat tidak melakukan kontak seksual namun tetap melakukan kebiasaan seksual, seperti tersebut di atas, tetap mempunyai resiko tertular HPV, dan pada remaja yang menggunakan kondom pada waktu melakukan kontak seksual tetap terinfeksi HPV pada daerah epitel kulit yang tidak terlindungi oleh kondom (Winer et al, 2003).
Suatu penelitian epidemiologi yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama melaporkan adanya hubungan antara aktivitas seksual dengan penularan HPV. Semakin banyak pasangan seksual yang dimiliki oleh seseorang maka semakin besar pula kemungkinan terinfeksi HPV, meskipun hanya mempunyai satu pasangan seksual juga tidak menjamin terbebas dari kemungkinan terinfeksi HPV. Penelitian terhadap para mahasiswi yang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan di suatu universitas menunjukkan bahwa 20% dari mahasiswi yang mempunyai satu pasangan seksual dipastikan telah terinfeksi HPV sedangkan 69% dari mahasiswa yang mempunyai pasangan seksual lebih dari satu telah terinfeksi HPV (Ley et al, 1991).
Penelitian yang melibatkan remaja dan wanita usia dewasa muda menyatakan bahwa mempunyai pasangan seksual yang baru akan meningkatkan resiko 10 kali lipat untuk kemungkinan terinfeksi HPV. Faktor resiko lainnya untuk terjadinya infeksi HPV adalah adanya riwayat infeksi herpes simpleks virus (HSV) atau kutil genital (genital warts) sebelumnya. Hal ini tidak mengherankan karena HSV menyebabkan terjadinya peradangan dan merusak lapisan epitel, sehingga memudahkan HPV untuk mencapai sel epitel basal (Moscicki et al, 2001).
Usia juga merupakan faktor yang penting, karena infeksi HPV banyak ditemukan pada kelompok wanita yang seksual aktif namun berusia di bawah 25 tahun (Weinstock et al, 2004).  
Secara umum, meskipun penularan HPV terjadi melalui hubungan seksual, proses perkembangan dan kesembuhan infeksi dipengaruhi oleh respon imun seseorang (Scott et al, 2001).
Telah diketahui bahwa HPV dapat menyebabkan terjadinya kutil kelamin (genital warts), juga lesi pre-kanker dan kanker serviks.
 Faktor yang paling penting dalam proses perkembangan kanker serviks adalah adanya infeksi HPV tipe resiko tinggi yang bersifat menetap. Lagipula, remaja dengan imunitas seluler yang rendah mempunyai angka insiden infeksi HPV yang tinggi dan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Faktor resiko lainnya, untuk kanker serviks invasif, adalah merokok, mengkonsumsi alkohol, mempunyai pasangan seksual (pria) yang tidak disunat (uncircumcised), paritas tinggi (melahirkan lebih dari 3 kali), ada riwayat penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama, dan adanya infeksi HSV atau C. Trachomatis (Ley et al, 1991; Smith et al, 2004).
 Menariknya, beberapa penelitian terakhir menunjukkan pentingnya penggunaan kondom untuk mencegah infeksi yang menetap. Berdasarkan meta-analisis dari 20 penelitian, resiko perkembangan gejala sisa (sequelae) infeksi HPV dapat diturunkan dengan penggunaan kondom. Penjelasan mengenai mekanisme, secara molekuler, bagaimana kondom dapat mencegah perkembangan infeksi masih belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan bahwa penggunaan kondom dapat mengurangi jumlah virus yang ditransmisikan. Pada akhirnya, dengan menurunkan jumlah virus yang ditularkan, kondom dapat menurunkan kemungkinan perkembangan infeksi HPV dan membantu mempercepat pemulihan (Hogewoning et al, 2003).
Penggunaan kondom memang tidak mampu untuk mencegah penularan semua infeksi menular seksual, namun dapat digunakan untuk mencegah infeksi HPV yang menetap dan membantu mempercepat pemulihan infeksi HPV.
Kanker serviks merupakan tipe keganasan kedua terbanyak yang terjadi pada wanita di seluruh dunia, dengan lebih dari 500.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya. The American Cancer Society menyatakan bahwa di Amerika, pada tahun 2005, telah terdiagnosis 10.000 kasus baru kanker serviks yang invasif. Karena HPV telah teridentifikasi pada 99,7% kasus kanker serviks, infeksi HPV tipe resiko tinggi (high risk) yang bersifat menetap merupakan tahap awal untuk perkembangan kanker serviks (Stewart, 2003).
Perkembangan Kanker Serviks Meskipun lebih dari 90% infeksi HPV dapat sembuh secara spontan dengan bantuan respon imun, beberapa infeksi dapat menyebabkan LSIL, HSIL dan, berkembang menjadi kanker serviks. LSIL terjadi tidak lama setelah terinfeksi HPV, sedangkan HSIL akan terjadi bila ada infeksi HPV yang menetap. Kurang dari 40% HSIL yang akan mengalami penyembuhan sehingga HSIL dianggap bertanggung jawab sebagai pra-kanker. Dengan demikian, apabila diagnosa HSIL telah ditegakkan, maka terapi harus segera diberikan (Hogewoning et al, 2003)
HPV tipe 16 merupakan tipe yang paling banyak ditemukan dan dianggap sebagai penyebab 40 – 60% kanker invasif di seluruh dunia. Diperkirakan, pada infeksi HPV tipe multiple yang bersifat menetap dan wanita muda yang diketahui terinfeksi HPV 2 tipe atau lebih, kurang dari 82% diantaranya yang rahayu, Inveksi Human Papilloma Virus 85 mengalami kesembuhan dari LSIL. Secara umum diperkirakan bahwa masa inkubasi, sejak virus pertama kali masuk ke dalam tubuh sampai dengan terjadinya carcinoma in situ, membutuhkan waktu antara 7 sampai 12 tahun. Karena itu, pemeriksaan untuk mendeteksi lesi pre-invasif harus dilakukan secara rutin untuk mencegah agar tidak berkembang menjadi kanker serviks (Harper, 2004).
 Pemeriksaan dan pencegahan Pada tahun 2003, American Cancer Society menyarankan sebaiknya seorang wanita segera melakukan pemeriksaan serviks dalam waktu 3 tahun sejak pertama kali melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan dilakukan setiap tahun dengan tes sitologi Papanicolaou test atau, lebih dikenal dengan, Pap smear. Apabila selama 3 tahun berturut-turut, pemeriksaan Pap smear memberikan hasil normal maka pemeriksaan rutin selanjutnya dilakukan setiap 2 tahun. Pada usia 30 tahun, pemeriksaan serviks dapat dilakukan setiap 2 – 3 tahun sekali dengan catatan tidak mempunyai faktor resiko (misalnya imunosupresi) atau adanya riwayat abnormal pada hasil pemeriksaan Pap smear sebelumnya. Selain Pap smear, pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan metode sitologi, DNA HPV dan colposcopy (Saslow et al, 2002).
 Vaksinasi HPV Telah diketahui bahwa pemeriksaan awal terhadap kanker serviks dapat menurunkan angka kematian secara signifikan di negara berkembang, namun tidak semua wanita di negara-negara tersebut mampu menjangkau layanan kesehatan yang ada. Oleh karena itu, akan lebih baik jika mampu melakukan pencegahan sebelum terjadi infeksi HPV. Saat ini, ada harapan pencegahan dengan pemberian vaksin (imunisasi) (Stanley, 2006).
Vaksin HPV sudah mulai dapat diperoleh di pasaran, meskipun vaksin tersebut belum masuk pada Program Imunisasi Nasional di Indonesia. Saat ini, dua jenis vaksin HPV, kuadrivalen dan bivalen, telah dipasarkan. Keduanya dikembangkan dari partikel serupa-virus-noninfeksius yang diciptakan melalui teknik DNA rekombinan. Vaksin kuadrivalen mengandung partikel serupa-virus-non-infeksius untuk HPV tipe 6, 11, 16 dan 18, sedangkan vaksin bivalen memiliki target eksklusif yaitu HPV tipe 16 dan 18. Tiga dosis vaksin intramuskuler direkomendasikan selama periode 6 bulan; sedangkan kemungkinan kebutuhan untuk dosis booster belum ditetapkan (WHO, 2009).
 Vaksin-vaksin tersebut aman dan keduanya telah terbukti mampu memberikan proteksi dan hampir lengkap terhadap terhadap lesi-lesi prakanker dan patologi anogenital lain yang disebabkan oleh tipe-tipe HPV terkait selama 5-6 tahun observasi. Konsistensi observasi-observasi ini memberikan harapan bahwa vaksin tersebut juga dapat memberikan proteksi tinggi terhadap kanker serviks (WHO, 2009).
Para remaja yang saat ini telah memiliki kesempatan untuk memperoleh vaksin HPV, diharapkan akan terbebas dari kanker serviks dikemudian hari. Secara teoritis, pengaruh vaksin pada penurunan resiko terjadinya kanker serviks dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: cakupan vaksinasi, jenis HPV yang dapat diproteksi dengan vaksin, dan lamanya pengaruh perlindungan vaksin (WHO, 2009).
Seperti juga vaksinasi yang umumnya diberikan pada bayi dan anak, vaksin HPV berperan sebagai profilaksis dan harus diberikan sebelum terpapar virus HPV agar imunitas yang dihasilkan dapat efektif. Program imunisasi HPV sebaiknya diprioritaskan pada populasi target wanita berumur 9 – 10 sampai 13 tahun. Programprogram tersebut harus menjadi bagian strategi terkoordinasi yang mencakup pendidikan mengenai perilaku-perilaku beresiko terinfeksi HPV (WHO, 2009).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina).
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita.
Kanker serviks atau kanker leher rahim terjadi di bagian organ reproduksi seorang wanita. Leher rahim adalah bagian yang sempit di sebelah bawah antara vagina dan rahim seorang wanita. Di bagian inilah tempat terjadi dan tumbuhnya kanker serviks.

3.2  Cara HPV  Menyebabkan Kanker
Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus) atau virus papiloma manusia.
Infeksi HPV dapat mengakibatkan kanker serviks karena Apoptosis. Bila sel kehilangan kemampuan untuk melakukan apoptosis (misalnya karena mutasi), atau bila inisiatif untuk melakukan apoptosis dihambat (oleh virus), sel yang rusak dapat terus membelah tanpa terbatas, yang akhirnya menjadi kanker. Salah satu hal yang dilakukan oleh virus papilloma manusia (HPV) saat melakukan pembajakan sistem genetik sel adalah menggunakan gen E6 yang mendegradasi protein p53. Padahal protein p53 berperan sangat penting pada mekanisme apoptosis. Oleh karena itu HPV dapat menyebabkan kanker serviks. Berikut ini adalah penjelasan lengkap bagaimana HPV menyerang gen E6.
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan. HPV tipe resiko rendah cenderung untuk menyebabkan tumor jinak sedangkan HPV tipe resiko tinggi cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. Tipe low-risk menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58.Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan kanker serviks.
Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker.
Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L) . Gen E mengsintesis 6 protein E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen. Gen L mengsintesis protein L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. E1 dan E2 terkait dengan replikasi virus. Pada umumnya gene E1, E2 dan E6 diekspresikan dalam bentuk beberapa poliprotein dan E4, E5 dan E7 dalam bentuk polipeptida tunggal. Kedua, disebut early region yang mengandung ORF’s E1, E2, E3, E4, E5, E6 dan E7 yang terkait dalam replikasi virus. Ketiga adalah late region L1 dan L2.
E6 dan E7 diekspresikan sebagai poliprotein dengan panjang asam amino E5 151 dan E7 98 asam amino. E6 terletak di matriks nukleus dan membran non nuklear yang bersama-sama E7 dapat menyebabkan imortalisasi keratinosit manusia. E6 dan E7 berperan penting dalam transformasi keganasan sel serviks (gambar 1).
                                                   
          Gambar 1   Ikatan E6 dengan p53.
 Fungsi Onkogen E6 :
Onkoprotein E6  baik high-risk maupun low-risk diperkirakan terdiri dari 150 asam amino dan mengandung 2 domain zinc-binding dengan motif Cys-X-X-Cys. Protein E6 dapat mengikat lebih dari 12 protein dan didistribusikan baik pada nukleus maupun sitoplasma. Ekspresi E6 sendiri dapat menyebabkan transformasi sel epitel imortal namun demikian transformasi yang efisien membutuhkan ekspresi kedua protein E6 dan E7.
E6 mempunyai kemampuan yang khas mampu berikatan dengan p53 (gambar 2). p53 yaitu protein yang termasuk supresor tumor yang meregulasi siklus sel baik pada G1/S maupun G2/M. Pada saat terjadi kerusakan DNA, p53 teraktifasi dan meningkatkan ekspresi p21, menghasilkan cell arrest atau apoptosis. Proses apoptosis ini juga merupakan cara pertahanan sel untuk mencegah penularan virus pada sel-sel didekatnya. Kebanyakan virus tumor menghalangi induksi apoptosis. E6 membentuk susunan kompleks dengan regulator p53 seluler ubiquitin ligase / E6AP yang meningkatkan degradasi p53. E6 juga menurunkan aktifitas p53 melalui CBP/p300, koaktifator p53. Inaktifasi p53 menghilangkan kontrol siklus sel, arrest dan apoptosis. Penurunan p53 menghalangi proses proapoptotik, sehingga terjadi peningkatan proliferasi.

E6 mempunyai fungsi lain yang penting yaitu mengaktifasi telomerase pada sel yang terinfeksi HPV. Pada keadaan normal replikasi DNA akan memperpendek telomere, namun bila ada E6, telomer akan tetap diperpanjang melalui aktifitas katalitik sub unit telomerase, human reverse transcriptase (hTERT). E6 membuat komplek dengan Myc/Mac protein dan Sp-1 yang akan mengikat ensim hTERT di regio promoter dan menyebabkan peningkatan aktifitas telomerase sel. Sel tidak lagi senescence tetapi terus berproliferasi atau imortalisasi.


                   Gambar 2.
           E6 dependent modulation of cell cycle
Fungsi E7 onkoprotein: Protein E7 merupakan HPV onkoprotein kedua yang berperan penting dalam patogenesis selain E6. Protein E7 baik dari HPV high-risk maupun low-risk mempunyai ukuran sekitar 100 asam amino dan terdapat terutama di nukleus. E7 berbeda dengan E6 yang tidak hanya dapat menyebabkan lesi displasia yang low-grade tetapi juga high-grade.  Protein E7 mampu berikatan dengan famili Rb. Ikatan pRb dengan E7 pada high-risk lebih kuat afinitasnya dibanding low-risk, disebabkan oleh perbedaan susunan asam amino pada domain CR2 yang memediasi ikatan terhadap Rb. Protein Rb famili berfungsi untuk mencegah perkembangan siklus sel yang berlebihan sampai sel siap membelah diri dengan baik. pRb yang tidak berfungsi menyebabkan proliferasi sel. pRb terikat dengan factor transkripsi E2F-DP. Protein Rb terdiri dari 3 protein Rb, p107 dan p120, dimana Rb diekspresikan sepanjang siklus sel, p107 disintesis terutama selama fase S, sedangkan p130 terutama saat G0. pRb yang tidak difosforilasi membentuk kompleks dengan faktor transkripsi E2F/DP yang terikat dengan promoter gen yang terlibat dalam proses fase S yang mengakibatkan represi transkripsi. pRb yang berikatan dengan E7 melepaskan ikatannya dengan E2F-DP dan menyebabkan replikasi pada sel suprabasal. Ikatan pRb dengan E7 disertai dengan ekspresi cyclin D dan E serta cyclin-dependent kinase (cdk). E7 mengikat cyclin A dan E secara tidak langsung melalui p107.
E7 selain berikatan dengan pRb juga dapat berikatan dengan p27 dan p21 sehingga meningkatkan proliferasi sel. p21 dan p27 adalah cdk-inhibitor (cdk-I), maka bila berikatan dengan E2 dapat menghambat cdk-I dan meningkatkan aktifitas cdk. Kelompok ketiga yang dapat berikatan dengan E7 adalah histone dacetylases (HDACs). E7 dapat mengikat HDACs yang juga diikat oleh Rb, sehingga secara tidak langsung Rb terikat dengan E7 dan terjadi sel imortal. HDACs yang terikat dengan E7 juga dapat menyebabkan deasetilasi faktor transkripsi E2F sehingga menyebabkan relokasi faktor tersebut diluar nukleus. Kombinasi mekanisme tersebut diatas mendorong transformasi malignansi sel serviks.
Selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama.
Ada beberapa faktor penyebab kanker SERVIKS, yaitu:
  • Berhubungan seksual di usia muda kurang dari 20 tahun.
  • Sering berganti pasangan seksual.
  • Kehamilan berulang kali (sering melahirkan).
  • Infeksi virus dan bakteri virus herpes simpleks dan human papilloma virus (HPV). [13] Virus HPV  akan menyerang selaput di dalam mulut dan kerongkongan, serviks, serta anus. Virus HPV terbagi menjadi 2 yaitu virus HPV       berisiko rendah yang menyebabkan kutil kelamin, dan virus HPV berisiko tinggi yang dapat mengubah permukaan sel-sel vagina. Virus yang termasuk berisiko tinggi adalah virus HPV tipe 16, 18, 31, 33, dan 45. [14]
  • Riwayat keluarga, seseorang yang memiliki riwayat kanker serviks memiliki risiko terkena kanker 2-3x lipat.
  • Perokok aktif maupun pasif,  karena kandungan nikotin dan zat-zat lainnya yang terdapat dalam rokok dapat menganggu sel-sel epitel serviks. [15]

3.3       Tingkatan Stadium Kanker Serviks

Stadium
Keterangan
0
Kanker serviks stadium 0 biasa disebut karsinoma in situ. Sel abnormal haya ditemukan di dalam lapisan serviks.
I
Kanker hanya ditemukan pada leher rahim.
II
Kanker yang telah menyebar di luar leher rahim, tetapi tidak menyebar ke dinding pelvis atau sepertiga bagian bawah vagina.
III
Kanker telah menyebar hingga sepertiga bagian bawah vagina. Mungkin telah menyebar ke dinding panggul dan atau telah menyebabkan ginjal tidak berfungsi.

IV
Kanker telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau bagian tubuh lain seperti paru-paru, tulang dan hati.

3.4  Mendeteksi Penyakit Kanker Serviks
Cara paling mudah untuk mengetahuinya dengan melakukan pemeriksaan sitologis leher rahim. Pemeriksaan ini saat ini populer dengan nama Pap smear atau Papanicolaou smear yang diambil dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini yaitu George N. Papanicolaou. Namun, ada juga berbagai metode lainnya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV dan kanker serviks seperti berikut :
·      IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.

·      Pap smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.

·      Thin prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.
·      Kolposkopi
Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher rahim. Jika ada yang tidak normal, biopsi — pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh — dilakukan dan pengobatan untuk kanker serviks segera dimulai.

3.5 Penularan Kanker Serviks
Penularan virus HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital. Karenanya, penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab tidak  hanya menular melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit.

3.6 Gejala Kanker Serviks
Pada tahap awal, penyakit ini tidak menimbulkan gejala yang mudah diamati. Itu sebabnya, Anda yang sudah aktif secara seksual amat dianjurkan untuk melakukan tes pap smear setiap dua tahun sekali. Gejala fisik serangan penyakit ini pada umumnya hanya dirasakan oleh penderita kanker stadium lanjut.
Gejala kanker serviks tingkat lanjut :
ü  Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding).
ü  Keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
ü  Pendarahan di luar siklus menstruasi.
ü  Penurunan berat badan drastis.
ü  Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan  
nyeri punggung.
ü  Juga hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.

3.7 Mencegah Kanker Serviks
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai jenis penyakit kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan satu-satunya jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Yaitu dengan cara :
ü  Tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti.
ü  Rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual.
ü  Melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak secara seksual dan tentunya memelihara kesehatan tubuh.

Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum memasuki sel-sel serviks.
Selain membentengi dari penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin. Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada perempuan berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%.

3.8 Masa Pertumbuhan Kanker Serviks
Masa preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal sebelum menjadi keganasan) penyakit ini terbilang cukup lama, sehingga penderita yang berhasil mendeteksinya sejak dini dapat melakukan berbagai langkah untuk mengatasinya.
Infeksi menetap akan menyebabkan pertumbuhan sel abnormal yang akhirnya dapat mengarah pada perkembangan kanker. Perkembangan ini memakan waktu antara 5-20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi pra-kanker hingga positif menjadi kanker serviks.



3.9 Bisakah kanker serviks disembuhkan?
Berhubung tidak mengeluhkan gejala apa pun, penderita kanker serviks biasanya datang ke rumah sakit ketika penyakitnya sudah mencapai stadium 3. Masalahnya, kanker serviks yang sudah mencapai stadium 2 sampai stadium 4 telah mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh, seperti kandung kemih, ginjal, dan lainnya.
Karenanya, operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan terapi tambahan, seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat menjamin 100% penderita mengalami kesembuhan.

3.10 Mengobati Kanker Serviks
Saat ini tersedia berbagai cara pengobatan yang dapat mengendalikan infeksi HPV. Beberapa pengobatan bertujuan mematikan sel-sel yang mengandung virus HPV. Cara lainnya adalah dengan menyingkirkan bagian yang rusak atau terinfeksi dengan pembedahan listrik, pembedahan laser, atau cryosurgery (membuang jaringan abnormal dengan pembekuan).
Jika kanker serviks sudah sampai ke stadium lanjut, maka akan dilakukan terapi kemoterapi. Pada beberapa kasus yang parah mungkin juga dilakukan histerektomi yaitu operasi pengangkatan rahim atau kandungan secara total. Tujuannya untuk membuang sel-sel kanker serviks yang sudah berkembang pada tubuh.
Tindakan pengobatan akan dilakukan sesuai dengan stadium penderita kanker serviks saat didiagnosis. Ada beberapa pengobatan untuk kanker serviks, yaitu: tindakan bedah (operasi), radioterapi, kemoterapi.
Berdasarkan stadiumnya, pengobatan yag dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Stadium prakanker (stadium 0 dan I)
Stadium prakanker hingga stadium I awal biasanya diobati dengan histerektomi (pengangkatan rahim). Apabila pasien masih ingin memiliki anak biasanya dilakukan metode LEEP atau cone biopsy.



2. Stadium awal (stadium I dan II)
Apabila ukuran kanker kurang dari 4 cm biasanya dilakukan pengangkatan seluruh rahim atau radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Apabila ukuran kanker lebih dari 4 cm biasanya dilakukan radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, pengangkatan seluruh rahim.

3. Stadium lanjut (stadium II akhir-IV awal)
Dapat diobati dngan radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin. Pada stadium IV akhir dokter dapat mempertimbangkan kemoterapi dengan kombinasi obat misalnya hycamtin dan cisplatin. [21]


BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Kanker adalah tumbuhnya sel-sel yang tidak normal (abnormal) pada jaringan atau organ tertentu yang terus menerus dan tidak terkendali. Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papillioma Virus). Sel kanker ini bersifat ganas dan menyebabkan kematian. Kanker serviks merupakan kanker yang menyerang bagian serviks atau leher rahim.
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker paling umum kedua di seluruh dunia yang biasa diderita wanita diatas umur 15 tahun. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal karena kanker serviks. Di Asia Pasifik, setiap 4 menit seorang wanita meninggal karena kanker ini. Perempuan yang aktif secara seksual memiliki risiko terinfeksi kanker serviks atau tahap awal penyakit ini tanpa memandang usia atau gaya hidup.
Kanker serviks bisa dicegah dan bisa diobati. Deteksi sejak dini dan rutin melakukan Pap smear akan memperkecil risiko terkena kanker serviks. Ubah gaya hidup Anda dan juga pola makan Anda agar terhindar dari penyakit yang membunuh banyak wanita di dunia ini. Dengan demikian, maka kesehatan serviks atau leher rahim lebih terjamin. Dengan penanganan yang tepat, kanker serviks bukanlah sesuatu yang menakutkan.

4.2 Saran
Kita dapat melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya menderita kanker serviks. Beberapa cara praktis yang dapat Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
·       Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher rahim.
·         Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
·         Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
·    Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
·    Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
·    Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
·    Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
·    Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.
·    Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.


DAFTAR PUSTAKA
Campbell dan Jane B. Reece. 2002. Biology, fifth edition. Terj. Rahayu Lestari, et al. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Heffner, Linda J. dan Danny J. Schust. 2008. The Reproductive System at a Glance Secon Edition. Terj. Vidhia Umami. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nurwijaya, Hartati, dkk., 2010. Cegah dan deteksi kanker serviks. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta: Puspa Swara.
Departemen Kesehatan RI, Gerakan Perempuan Melawan Kanker Serviks, http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1668-gerakan-perempuan-melawan-kanker-serviks-.html (Diakses 23 April 2013 pukul 07.50 AM).
Departemen Kesehatan RI, Vaksin HPV Untuk Perangi Kanker Serviks, http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/873-vaksin-hpv-untuk-perangi-kanker-serviks.html (Diakses 23 April 2013 pukul 07.43 AM).
Departemen Kesehatan RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara. E-book: http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bukusaku_kanker.pdf (Diakses Diakses 23 April 2013 pukul 07.47 AM).
http://www.ingateros.com/2010/04/kanker-serviks-penyebab-tanda-tanda-cara-mencegah-dan-mengobati-kanker-serviks.html (Diakses 23 April 2013 pukul 07.41 AM).
 [1] Departemen Kesehatan RI, Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara, E-book: 2009, hlm.5,
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bukusaku_kanker.pdf (Diakses 23 April 2013 pukul 07.47 AM).
[2] Campbell dan Jane B. Reece, Biology, fifth edition, terj. Rahayu Lestari et al. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), hlm. 235.
[3] Hartati Nurwijaya, dkk., Cegah dan deteksi kanker serviks, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010), hlm. 2.
[4] Syaifuddin, Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2, (Jakarta: Salemba Medika, 2011), hlm. 315.
[5] Linda J. Heffner dan Danny J. Schust, The Reproductive System at a Glance Secon Edition,terj. Vidhia Umami, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008), hlm. 31.
[6] http://www.ingateros.com/2010/04/kanker-serviks-penyebab-tanda-tanda-cara-mencegah-dan-mengobati-kanker-serviks.html (Diakses 23 April 2013 pukul 07.41 AM).
[7] Campbell dan Jane B. Reece, Biology, fifth edition, terj. Rahayu Lestari et al. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), hlm. 235.
[8] Departemen Kesehatan RI, Gerakan Perempuan Melawan Kanker Serviks, http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1668-gerakan-perempuan-melawan-kanker-serviks-.html (Diakses 23 April 2013 pukul 07.50 AM).
[9] Hembing Wijayakusuma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm. 7.
[10] Hembing Wijayakusuma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm. 8.
[11] www.kankerserviks.org/info/penyebab-kanker-serviks.html (Diakses 25 Mei 2013 pukul 13.06 PM ).
 [13] Hembing Wijayakususma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat, (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm. 8.
[14] Tim CancerHelps, Stop Kanker, (Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2010), hlm. 52.
[15] Hembing Wijayakususma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat, (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm. 8.
[16] Hembing Wijayakususma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat, (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm. 8.
[17] Hembing Wijayakususma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat, (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm.7.
[18] Departemen Kesehatan RI, Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara, E-book: 2009, hlm. 5,


LAMPIRAN

Gambar Stadium Kanker Serviks

 
Gambar Vagina Yang Terinfeksi HPV